Powered By Blogger

Sabtu, 09 Juni 2012

PENYIMPANAN KOMODITI CAMPURAN


I  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyimpanan merupakan salah satu faktor penting dalam penjagaan mutu suatu komoditi atau produk setelah pemanenan atau produksi. Penyimpanan yang baik akan memperpanjang umur simpan komoditi atau produk. Salah satu cara penyimpanan yang baik adalah tidak menempatkan atau mencampur bahan-bahan yang akan menggangu mutu bahan-bahan lainnya. Di dunia industri terkadang produk yang disimpan tidaklah satu macam saja. Akan tetapi sering terjadi penumpukan beberapa jenis barang dalam satu tempat penyimpanan. Alasannya tentu saja untuk menghemat tempat dan biaya penyimpanan. Namun hal tersebut akan berakibat fatal apabila produk-produk yang dicampur justru akan cepat rusak atau terpengaruh oleh produk lainny. Perubahan bisa terjadi dari rasa, warna, dn aroma.
Dalam kondisi demikian tentu saja harus diperhatikan komposisi pencampuran produk yang akan disimpan. Penting untuk mengetahiui karakteristik produk-produk yang akan dicampur selama penyimpanan. Pencampuran penyimpanan sebenarnya tidak selamanya berakibat buruk. Ada beberapa produk yang justru semakin meningkatkan kualitas apabila disimpan secara bersamaan. Sebelum penyimpanan campuran dilakukan, harus terlebih dahulu dipertimbangkan efek samping yang ditimbulkan. Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor apa saja yng mempengaruhi kualitas produk yang disimpan dengan dicampur produk lain.

B.     Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mengetahui mutu suatu produk selama penyimpanan campuran, mengetahui produk apa saja yang bisa disimpan secara bersamaan dan produk apa saja yang harus dipisah selama penyimpanan.


III HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan
(Terlampir)

B.     Pembahasan
Salah satu penentu kualitas dan mutu suatu produk sebelum sampai ke konsumen adalah penyimpanan. Penyimpanan merupakan proses pascapanen yang dilakukan untuk mempertahankan mutu dan kualitas adri komoditi atau produk sampai ketangan konsumen. Proses penyimpanan yang baik akan menjaga mutu produk yang disimpan. Sebaliknya penyimpanan yang buruk akan menurunkan mutu produk. Lama penyimpanan, jenis komoditi dan model penyimpanan akan menentukan hasil dari penyimpanan kmoditi tersebut. Model penyimpanan dapat dilakukan dengan penyimpanan komoditi yang seragam atau penyimpanan komoditi yang beragam (Syarief dan Halid, 1993).
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai model penyimpanan komoditi yang beragam. Penyimpanan yang beragam atau penyimpanan campuran merupakan model penyimpanan pada komoditi atau produk dengan mencampur antara produk satu dengan yang lainnya. Proses penyimpanan campuran sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari produk atau komoditi tentang pengaruhnya terhadap komoditi lainnya. Oleh karena itu, pencampuran bahan dengan tepat tidak akan menyebabkan komoditi lainnya rusak (Syarief dan Halid, 1993).
Praktikum ini dilakukan proses penyimpanan secara campuran dengan bahan atau produk yang digunakan yaitu tepung gula, biskuit, minuman beraroma dalam kemasan, sosis, dan keripik buah. Kelima produk tersebut dilakukan kombinasi dengan setiap produk disatukan sebanyak dua jenis.
Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan (SNI. 01.2973.1992). Berdasarkan SNI yang ada bahwa parameter utama dalam penyimpanan biskuit yang disimpan secara campuran yaitu bau dan rasanya normal, tidak tengik, serta warnanya normal sesuai jenis biskuit. pengemasan biskuit dengan menggunakan kemasan plastik atau stoples dan disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat sehingga biskuit tetap dalam kondisi bagus dan tahan lama. Menurut Kartika (1988) mutu biskuit ditinjau dari aspek inderawi (subyektif). Penilaian mutu biskuit ditinjau dari aspek sifat karakteristik bahan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu : warna, aroma, rasa dan tekstur.
Keripik pisang adalah produk makanan ringan yang dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Dilihat dari standar mutu yang ada berdasarkan SNI 01-4315-1996 bahwa keripik pisang yang baik selam penyimpanan yaitu jika dilihat dari organoleptiknya yaitu keadaan baunya normal, rasanya khas pisang, warnanya normal, dan teksturnya renyah. Pengemasan yang baik untuk keripik pisang yaitu produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
Penyimpanan produk akhir sebaiknya dilakukan di ruang yang
terpisah dengan ruang penyimpanan bahan baku. Bahan pengemas yang umum digunakan untuk kripik pisang adalah plastik polipropilen dengan ketebalan minimal 0,8 mm atau aluminium foil. Pengemasan produk yang berupa kripik sebaiknya menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum sealer). Ruang pengepakan usahakan mempunyai kelembaban udara (RH) yang rendah mengingat sifat keripik vakum ini higroskopisitasnya tinggi misalnya dilakukan dalam ruang ber-AC. Setelah produk dikemas, dilakukan pemeriksaan
terhadap penutupan kantong plastik (Anonim, 2010)
Sosis adalah daging lumat yang dicampur dengan bumbu atau rempah-rempah kemudian dimasukkan dan dibentuk dalam pembungkus atau casing. Bahan baku utama pembuatan sosis antara lain daging, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur, dan bumbu (Anonim, 2007). Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam lemak. Penambahan lemak berguna untuk pembentukan tekstur sosis menjadi kompak dan empuk serta menambah rasa dan aroma sosis. Penambahan bahan pengikat berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur padat, dan menjaga stabilitas emulsi. Garam berfungsi dalam menambah cita rasa, sebagai pengawet, dan untuk melarutkan protein.
Teh adalah minuman yang mengandung kafein, teofilin, dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat, dan protein mendekati nol persen. Teh sendiri masuk dalam kelompok bahan penyegar dengan bau yang khas. Pemanfaatan teh dapat dilakukan dengan penyeduhan daun, pucuk daun, atau tangkai daun teh.
Pada proses penyimpanan campuran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain jenis komoditi, bau masing-masing komoditi, warna masing-masing komoditi, rasa, bahan baku komoditi, dan lingkungan penyimpanan. Beberapa komoditi tidak bias disimpan secara bersamaan dalam satu ruang. Hal ini dikarenakan dapat menimbulkan efek kontaminan dari dan ke komoditi yang bersangkutan baik secara rasa, bau, warna, atau  bahkan tekstur. Tetapi ada beberapa komoditi yang tahan tehadap efek kontaminan komoditi lain dalam penyimpanan campuran. Komoditi tersebut biasanya bertekstur keras, padat, dan tidak mengandung banyak air.


DAFTAR PUSTAKA

Syarief, Rizal dan Halid, hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Penerbit ARCAN.
Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM.
Sianturi, Rico 2000. Tekno Pangan dan Agroindustri. Bogor: IPB Press
Anonim. 2010. Keripik Pisang. http://bpp-cp.com/2010/04/09/kripik-pisang/ akses tanggal 9 Mei 2010..
SNI. 01.2973.1992. Mutu dan cara uji biskuit. Badan Standarisasi Nasional.
SNI 01-4315-1996. Keripik pisang. Badan Standarisasi Nasional.

PENGARUH GAS ETILEN DAN BAHAN PENYERAP OKSIGEN PADA BEBUAHAN SELAMA PENYIMPANAN


I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bebuahan merupakan komoditi pertanian yang penting sebagai bahan konsumsi manusia. Bebuahan mengandung serat, vitamin, mineral, serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan yang ada di dalamnya akan optimum apabila dikonsumsi dalam keadaan segar. Untuk mempertahankan kesegaran bebuahan dan sayuran diperlukan penanganan khusus mulai dari teknik pemanenan, umur panen, dan teknik penyipanan. Karena sifat alami masing-masing komoditi berbeda, maka perlakuannya pun juga berbeda sesuai karakteristiknya.
Berdasarkan sifat alaminya, bebuahan dibagi menjadi dua kelompok yakni bebuahan klimakterik dan non-klimakterik. Bebuahan klimakterik adalah buah yang mampu melakukan pematangan hingga maksimal kemudian pembusukan setelah pemanenan. Sedangkan bebuahan non-klimakterik adalah buah yang tidak dapat melakukan pematangan lagi melainkan pembusukan saja setelah pemanenan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pematangan bebuahan setelah pemanenan antara lain gas etilen dan kadar oksigen lingkungan. Dengan mengetahui sifat alami bebuahan dan faktor penentu kamatangan, diharapkan kita mampu menentukan penanganan terbaik.

B.     Tujuan
Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi pengaruh gas ethilen, KmnO4, dan Oksigen scanavenger terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, dan menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk komoditi bebuahan.


HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Terlampir

B.     Pembahasan
Pada praktikum tentang pengaruh gas etilen dan bahan penyerap oksigen terhadap mutu bebuahan selama penyimpanan ini diamati dan diukur beberapa parameter seperti susut bobot, perubahan warna, kekerasan buah, keasaman buah atau pH, sensori, dan tanda-tanda fisiologis. Buah yang yang diuji dalam praktikum ini yaitu buah tomat dan pisang yang keduanya merupakan buah klimakterik.
Menurut Kader (1992), buah klimakterik yaitu buah yang menunjukkan kenaikan produksi karbondioksida dan etilen yang besar saat penuaan. Contoh buah klimakterik yaitu apel, alpukat, pisang, mangga, dan tomat. Selama proses pematangan, buah klimakterik menghasilkan lebih banyak etilen endogen daripada buah nonklimakterik. Menurut Hadiwiyoto (1981), etilen endogen adalah gas etilen yag dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya yang dapat memicu pematangan buah lain di sekitarnya.
Tomat berasal dari Amerika tropis, ditanam sebagai tanaman buah di ladang. tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta memerlukan tanah yang subur dan gembur. Buahnya berdaging dan berkulit tipis mengkilap, berwarna hijau ketika muda dan menjadi kuningdsn merah ketika matang. Buah tomat termasuk buah klimakterik.
Keragaman pisang terletak didaerah Malesia (Asia Tenggara, Papua, Australia Tropika) dan daerah Afrika Tropis. Tumbuhan ini menyukai iklim tropis panas dan lembab, terutama di dataran rendah. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki warna kulit kuning ketika matang. Buah pisang termasuk buah klimakterik.
Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan selama proses masaknya hasil pertanian terutama bebuahan dan sayuran (Hadiwiyoto, 1981). Pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai zat pemasak buah. Etilen mempengaruhi pemasakan buah dengan mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula.
Pada dasarnya etilen mempengaruhi buah klimakterik dan nonklimakterik. Perbedaannya pada buah nonklimakterik etilen hanya mempengaruhi pada respirasi, tetapi tidak memacu pertumbuhan etilen endogen dan pematangan buah. Sedangkan pada klimakterik mempengaruhi semuanya. Etilen endogen adalah etilen yang dihasilkanoleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan buah lainnya.
Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat meluputi warna, aroma, konsisitensi, dan rasa serta aroma. Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah enak dimakan. Namun dengan cepatnya laju pematangan buah, cepat pula proses buah tersebut menuju kerusakan atau pembusukan.
Pada percobaan kali ini akan dilakukan penyimpanan buah tomat dan pisang dalam kemasan LDPE tertutup dengan perbandingan tertentu. Menurut Julianti dan Nurminah (2006), LDPE dihasilkan dengan cara polimerasi pada tekanan tinggi, mudah dikelim dan harganya murah. Plastik ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang baik. Sifat-sifat plastik polietilen adalah: tembus pandang, tahan terhadap suhu tinggi (300 drajat celcius), permeabilitas terhadap uap air dan gas yang rendah, dan tahan terhadap pelarut organik seperti asam asam organik dari buah buahan, sehingga dapat digunakan untuk mengemas minuman sari buah.
Penyimpanan buah ini menggunakan karbit, KMnO4, dan vitamin C dengan perbandingan tertentu. Penggunaan KMnO4 dianggap mempunyai potensi yang paling besar karena KMnO4 bersifat tidak menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa menimbulkan kerusakan buah.  Selain itu, ada beberapa jenis bahan penyerap antara lain batu apung, spon, silika gel, dan vermikulit.
Aktifitas zat etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya pada tomat dan pisang yang disimpan dalam kemasan LDPE tertutup, penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernapasan. Ketersediaan etilen (karbit) akan meningkatkan laju respirasi pada buah-buahan. Tetapi dengan adanya penyerap etilen (KMnO4) maka  kegiatan respirasi tersebut akan dikurangi. Lama penyimpanan juga mempengaruhi respirasi. Semakin lama buah disimpan maka respirasi akan terus berlanjut.
Kalium permanganate mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan didalam proses ini terjadi perubahan warna KMnO4 dari warna ungu menjadi coklat yang menandakan proses penyerapan etilen. Pada aplikasinya, KMnO4 tidak boleh terkontak langsung dengan bahan pangan karena KMnO4 bersifat racun. Kalium permanganate sering digunakan untuk memanipulasi kondisi atmosfer sebagai penyerap gas etilen dan CO2 yang dihasilkan dari proses penyerapan gas etilen oleh kalium permanganate dapat mencegah atau menunda pengaruh etilen terhadap komoditas (Yang, 1985).
Warna buah dipengaruhi pigmen tertentu, misalnya pigmenkarotenoid dan flavonoid. Pigmen ini terjadi setelah adanya penambahan atau degradasi dari klorofil, yang kemudian menyebabkan warna buah berubahdari kehijauan menjadi kekuningan. Perubahan warna ini terjadi setelah mencapai tahap klimakterik, yang diikuti perubahan tekstur. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada dinding sel dan substansi pectin yang lain.
Parameter yang akan diamati meliputi perubahan bobot, perubahan warna, kekerasan, pH juice, sensori, dan tanda-tanda fisiologis. Perubahan bobot mengalami penurunan namun pada minggu selanjutnya ada peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh bertambahnya kadar air yang keluar walau buah makin lama makin matang dan membusuk. Namun menurut Wills et al. (1981), proses respirasi dan transpirasi dapat mengakibatkan kehilangan substrat sehingga terjadi kehilangan berat. Buah-buahan yang telah dipanen merupakan struktur hidup yang masih tetap melakukan aktifitas metabolism, seperti respirasi. Proses ini akan mengakibatkan pelepasan CO2 dan air buah sehingga berat buah akan berkurang. Respirasi akan semakin meningkat sampai puncak klimakterik dan selanjutnya akan terjadi pembusukan buah yang akan menurunkan mutu buah, termasuk berat buah.
Parameter pertama yaitu susut bobot. Susut bobot merupakan besarnya bobot  komoditi pertanian yang hilang akibat adanya reaksi enzimatis selama penanganan pasca panen. Pada buah pisang, buah yang disimpan bersama karbit mengalami susut bobot sebesar 2,60 g dan hanya satu satu sampel yang berhasil diamati. Pisang yang disimpan bersama vitamin C dari dua sampel mengalami susut bobot masing-masing 1,29 g dan 1,34 g. Sedangkan pada penyimpanan buah pisang bersama padatan kapur masing-masing mengalami susut bobot sebesar 0,82 g dan 1,80 g. Dari sampel-sampel dengan perlakuan yang berbeda tersebut, susut bobot terbesar terjadi pada penyimpanan pisang berasama karbit dan terkecil pada penyimpanan bersama padatan kapur.
Pisang yang dijadikan sebagai kontrol dengan dikemas menggunakan LDPE tidak didapatkan datanya mingkin karena hilangnya sampel atau kerusakan. Begitu juga dengan kontrol yang tidak dikemas.
Pada buah tomat, buah yang disimpan bersama karbit mengalami susut bobot sebesar 1,70 g dan 3,20 g dengan rata-rata susut bobot 2,45 g. Pada buah tomat dengan vitamin C, susut bobot terjadi sebesar 42,07 g dan 3,08 g, sedangkan pada tomat yang disimpan bersama kapur mengalami susut bobot sebesar 2,41 g dan 6,97 g dengan rata-rata 4,69 g. Buah yang mengalami susut bobot terbesar yaitu buah yang disimpan bersama dengan vitamin C, kemudian buah yang disimpan bersama dengan kapur dan dengan karbit.
Pada sampel buah tomat yang disimpan bersama dengan vitamin C terdapat susut bobot yang sangat tinggi dan jauh dari susut bobot pada umumnya yaitu sebesar 42,07 g. Dari data yang dihasilkan tersebut, kemungkinan besar kondisi buah pada saat penyimpanan tidak seragam. Hal yang dapat terjadi adalah telah terlalu matangnya tomat tersebut sebelum disimpan yang menjadikan susut bobotnya sangat besar setelah disimpan bersama dengan vitamin C.
Buah tomat yang menjadi kontrol dengan pengemasan mengalami susut bobot sebesar 0,02 g dan 1,80 g sedangkan kontrol tidak terkemas mengalami kebusukan. Pengemasan menggunakan LDPE memang dapat mempertahankan mutu bebuahan karena mampu menahan oksigen yang ada pada lingkungan sehingga laju respirasi dapat ditekan, terlebih lagi apabila buah disimpan dalam keadaan suhu rendah.
Pengujian buah pisang dapat dikatakan berhasil dengan hasil yang menunjukkan susut bobot terbesar terjadi pada penyimpanan pisang bersama dengan karbit karena menurut Wills et al.(1981) ketersediaan karbit akan meningkatkan laju respirasi pada buah-buahan. Respirasi yang tinggi lajunya akan mempercepat pematangan buah dan pembusukan yang mengakibatkan menyusutnya bobot buah. Namun pada tomat, penyimpanan yang mengalami susut bobot terbesar terjadi pada vitamin C tidak sesuai dengan yang dikatakan Widodo (1997) yang mengatakan bahwa asam askorbat atau vitamin C berfungsi sebagai penyerap oksigen dan yang dapat mengurangi oksigen sehingga laju respirasi dapat ditekan.
Hal yang dapat menyebabkan bobot buah berkurang saat penyimpanan komoditi pertanian yaitu pelepasan air dan karbondioksida melalui proses transpirasi dan respirasi. Terlihat dari perbandingan antara percobaan dan teori bahwa karbit merupakan suatu bahan yang memacu timbulnya gas etilen dan pematangan buah, sedangkan vitamin C merupakan zat yang menyerap oksigen disekitar penyimpanan sehingga menekan laju respirasi. Namun pada penyimpanan tomat dengan vitamin C belum membuktikan teori tersebut karena kekurangberhasilan praktikan dalam percobaan.
Selanjutnya diamati perubahan warna setiap pengamatan. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik atau keduuanya. Sintesis likopen dan perombakan klorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat dan pisang. Hasil pengamatan tiga kelompok memperoleh hasil yang relative hamper sama. Pada buah pisang baik dengan perlakuan penggunaan karbit, vitamin C, atau kapur mengalami perubahan nilai kecerahan warna pada setiap pengamatan. Semakin lama disimpan, nilai kecerahan warna semakin tinggi yang menunjukkan warna buah semakin gelap yang biasanya menandakan telah terjadi kebusukan buah. Pada buah tomat yang diperlakukan baik dengan dikemas, tidak dikemas, diberi tambahan karbit, vitamin C, dan kapur juga mengalami perubahan signifikan pada kecerahan warna. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat perbedaan tomat yang diberi tambahan etilen dengan yang tidak diberi tambahan etilen. Pada buah yang tidak diberi tambahan etilen sudah mengalami pembusukan pada pengamatan kedua sedangkan yang diberi tambahan etilen lebih tahan lama karena penghambatan respirasi sehingga pembusukan dapat ditahan.
Kekerasan buah juga diuji menggunakan penetrometer setelah dilakukan penyimpanan menggunakan perlakuan yang sama seperti susut bobot. Pisang yang disimpan bersama dengan vitamin C mempunyai nilai rata-rata 14,26; 131,67 dan 52,11. Pada pisang yang disimpan bersama dengan kapur memiliki nilai 14; 101,60 dan 103,87. Pisang dengan penyimpanan bersama karbit dilakukan oleh satu sampel saja dan memiliki nilai 85. Sedangkan kontrol memiliki nilai 120.
Data yang didapat menunjukkan bahwa pisang yang dijadikan kontrol mempunyai daging buah yang sangat lunak. Hal ini ditunjukkan dengan nilai dari penetrometer yang tinggi yaitu 120, karena semakin tinggi nilai yang ditunjukkan penetrometer semakin lunak tekstur buah tersebut karena mengalami laju pematangan yang cepat atau bahkan mengalami kerusakan. Sedangkan pada pisang dengan penyimpanan bersama vitamin C memiliki kekerasan daging buah yang lebih tinggi yaitu dengan nilai penetrometer 66 daripada pisang yang tersimpan bersama dengan kapur yang memiliki nilai rata-rata 73,16.
Tomat dengan perlakuan yang sama juga diuji kekerasannya. Tomat yang dijadikan kontrol dengan pengemasan mempunyai nilai penetrometer rata-rata untuk setiap kelompok sebesar 49; 82,20; dan 278,33 dengan rata-rata keseluruhan sebesar 136,51. Pada tomat yang dijadikan kontrol tanpa pengemasan dengan LDPE terdapat dua sampel yang busuk sedangkan yang satu bernilai penetrometer 49. Tomat dengan penyimpanan bersama dengan karbit memiliki nilai penetrometer rata-rata untuk masing-masing kelompok sebesar 49; 85,83 dan 287,33 dengan rata-rata keseluruhan sebesar 137,72. Tomat yang disimpan bersama dengan vitamin C memiliki nilai penetrometer rata-rata masing-masing kelompok sebesar 34,27; 50,78 dan 90,56 dengan rata-rata keseluruhan 58,54. Sedangkan yang terakhir tomat yang disimpan bersama dengan kapur menunjukkan nilai penetrometer rata-rata untuk masing-masing kelompok sebesar 95; 76 dan 95 dengan rata-rata keseluruhan sebesar 88,67.
Dari rata-rata keseluruhan dapat dilihat bahwa penyimpanan bersama dengan karbit membuat tomat menjadi lebih lunak. Sedangkan penyimpanan dengan vitamin C membuat tomat dapat lebih bertahan atau dapat dikatakan lebih keras dari tomat yang lain dengan nilai kelunakan yang lebih kecil yaitu sebesar 58,84. Hal ini sesuai dengan karbit yang dapat memacu gas etilen sehingga laju respirasi meningkat, membuat pematangan buah begitu cepat dan melunakkan daging buah, serta vitamin C yang menyerap oksigen dan menekan laju respirasi.
Derajat keasaman dalam praktikum ini juga diuji dari beberapa perlakuan penyimpanan buah pisang dan tomat. Derajat keasaman pada bebuahan ini diuji dari sari buah atau juice menggunakan pH meter. Pada bebuahan, semakin menuju ke kematangan semakin meningkat kadar gula dan nilai pH juga meningkat.
Pisang yang dijadikan kontrol pada percobaan ini memiliki nilai pH masing-masing sebesar 5 dan 7. Pisang yang disimpan bersama dengan karbit memiliki pH 5 dan 5,7 dan pisang yang disimpan bersama dengan vitamin C memiliki nilai pH yang sama pada dua sampel yaitu 5. Sedangkan pada pisang yang disimpan bersama dengan kapur masing-masing memiliki nilai pH sebesar 5; 5,8 dan 6,9.
Pada tomat, terdapat dua macam kontrol yaitu kontrol yang dikemas dan kontrol tanpa pengemasan. Pada kontrol yang dikemas, pH tomat dari tiga sampel masing-masing 4, 4 dan 5, sedangkan pada kontrol tanpa pengemasan ber-pH 4 dan dua lainnya tidak diuji karena mengalami kebusukan. Selain itu, pada tomat yang disimpan masing-masing bersama dengan karbit, vitamin C, dan kapur dari semua kelompok ber-pH 4. 
            Secara fisiologis, semakin lama penyimpanan juga mempengaruhi penampak-an bebuahan yang disimpan dengan penambahan etilen karbit, vitamin C, dan kapur. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari segi warna, semakin lama penyimpanan, semakin terjadi proses browning yang diakibatkan penyerapan ooksigen. Dari segi kelunakan juga mengalami perubahan dari setiap pengamatan. Semakin lama disimpan, semakin lunak buah tersebut. Dari segi rasa, mulai dari pengamatan awal sampai akhir sudah dirasakan rasa pahit dari buah. Kemungkinan buah tersebut terkontaminasi zat etilen tambahan  yang notabene adalah racun.
Pengamatan terakhir yaitu pengamatan sensori. Pengamatan ini dilakukan untuk melihat warna buah. Seperti pengamatan yang lain, terdapat 3 perlakuan yakni pemberian bahan-baha seperti karbit, Vit C dan kapur. Buah yang digunakan adalah buah tomat dan pisang. Penambahan bahan menyebabkan hasil yang didapat berbeda pada tiap komoditi. Secara keseluruhan, data ygn didapat tiap kelompok menunjukkan hasil yang sama. Pada buah pisang,awalnya pisang berwarna hijau. Pisang yang diberi karbit berubah menjadi hijau kekuningan. Pisang yang diberi Vit C, warnanya cenderung tetap. Begitu juga dengan penambahan kapur yang tidak merubah warna pisang. Pada buah tomat, penambahan karbit menyebabkan warna tomat lebih kuning segar dengan aroma buah tomat yang segar. Sedangkan penambahan kapur dan Vit C tidak memberikan perubahan pada buah tomat. Perubahan warna merupakan salah satu indikasi proses pematangan buah. Meskipun ada juga buah yang tidak mengalami perubahan warna saat proses pematangan, namun secara umum semua buah klimakterik mengalaminya


V.                DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyoto dan Soehardi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Departemen  pendidikan dan kebudayaan direktorat pendidikan menengah kejuruan.

Julianti, E dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan. Medan: USU Press.

Kader, A. A. 1992. Postharvest biology and technology. p. 15-20 In A. A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticulture Crops. Agriculture and Natural Resources Publication, Univ. of California. Barkeley.

Widodo KH, Suyitno, AD Guritno. 1997. Perbaikan Teknik Pengemasan Buah-buahan Segar untukMengurangi Tingkat Kerusakan Mekanis Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah. Agritech, 17(1):14-17.

Wills, R. B. H., T. H. Lee, W. B. Mc Glasson and D. Graham. 1989. Postharvest, and
Introduction to the Physiology and Handling Fruit and Vegetables. Van Nostand. New York. 150 p.
Yang, S.F. 1985. Biosynthesis and Action of Ethylene. Hort Science, 21:41-45. San Francisco

Produk Olahan Kunyit, Manisan Kering Berbahan Dasar Kunyit


Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan . kunyit adalah rempah-rempah yang biasa digunakan dalam masakan di negara-negara Asia. Kunyit sering digunakan dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning pada masakan. Produk farmasi berbahan baku kunyit, mampu bersaing dengan berbagai obat paten, misalnya untuk peradangan sendi ( arthritis- rheumatoid ) atau osteo-arthritis berbahan aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan harga yang relatif mahal atau suplemen makanan (Vitamin-plus) dalam bentuk kapsul. Produk bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam bentuk kapsul (Vitamin-plus) pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen makanan dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit dengan bahan tambahan Vitamin B1, B2, B6, B12, Vitamin E, Lesitin, Amprotab, Mg-stearat, Nepagin dan Kolidon 90. Penggunaan : Umbi akar yang berumur lebih dari satu tahun dipakai sebagai ubat (umbi akar bersifat mendinginkan, membersihkan, mempengaruhi bagian perut Khususnya pada lambung , merangsang, melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan dan mencegah penggumpalan darah) selain dari itu juga digunakan sebagai bahan dalam masakan. Kunyit juga digunakan sebagai obat anti gatal dan anti kejang serta mengurangi pembengkakan selaput lendir mulut. Kunyit dikonsumsi dalam bentuk perasan yang disebut filtrat, juga diminum sebagai ekstrak atau diguna sebagai salap untuk mengubati bengkak.Kunyit juga berkhasiat untuk menyembuhkan hidung yang tersumbat, caranya dengan membakar kunyit dan menghirupnya.
Belakangan, semboyan back to nature memang marak didengungkan, khususnya di dunia kesehatan dan kecantikan. Karena perkembangan zaman, sering sekali orang melupakan produk-produk tradisional memiliki banyak manfaat yang lebih aman bagi manusia, salah satunya kunyit. Kunyit pun memiliki segudang manfaat. Selain untuk bumbu dapur, kunyit juga mampu digunakan untuk obat tradisional baik menjaga kesehatan maupun kecantikan.
Sejak dahulu, kunyit diyakini memiliki manfaat yang besar untuk kehidupan. Kunyit pun identik dengan kecantikan tubuh. Pasalnya, para putra-putri keraton yang memiliki kulit cerah dan mulus kerap menggunakan perawatan tradisional yang salah satunya berbahan dasar kunyit. Di negara-negara seperti India, Cina, Srilanka, kunyit menjadi komoditi berharga yang dibudidayakan secara serius, karena besarnya permintaan pasar terhadap kunyit dan tentu menjadi ladang uang yang besar bagi mereka. Kunyit yang dalam bahasa saintifiknya bernama Curcuma Domestica Val biasa digunakan oleh masyarakat kita sebagai bumbu dapur untuk memberi warna kuning pada masakan. Namun dibalik pesona warnanya, kunyit memberikan tawaran jauh lebih berharga karena khasiat yang dikandungnya. Penduduk Indonesia juga sudah tidak terlalu asing dengan penggunaan kunyit sebagai obat. Di Indonesia, kunyit mudah tumbuh hampir diseluruh wilayah, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, kepulauan Maluku, dan Irian. Kemampuannya mengobati berbagai jenis penyakit dan ekspansinya di dunia kecantikan, membuat kunyit semakin dicari. Rempah yang banyak digandrungi para ibu untuk mewarnai masakannya, kini juga turut digandrungi para pakar kesehatan dan kecantikan. Meski kunyit sudah dikenal sejak dulu sebagai campuran jamu yang merupakan warisan nenek moyang, namun penggunaan kunyit tidak sesemarak saat ini.
Hal ini dilatarbelakangi oleh animo masyarakat terhadap pengobatan alamiah. Masyarakat mulai menyadari bahwa apapun yang bersumber dari alam, akan memberi manfaat yang aman. Selaras dengan alam adalah cara bijak untuk menjalankan kehidupan. Kira-kira begitulah semboyannya. Saat obat-obat kimia yang dibuat dengan teknologi modern ternyata terbukti sering memberi efek negatif, industri farmasi mulai mengembalikan peran alam bagi kesehatan. Cara kerja obat herbal berbeda dengan obat konvensional. Obat konvensional sifatnya menekan gejala yang muncul, sedangkan obat herbal lebih bersifat menstimulasi, memberdayakan, dan membangun sistem pertahanan tubuh. Obat herbal bertumpu pada penyebab dan tidak sekadar menghilangkan gejala yang muncul, jadi lebih ampuh dan aman. Kunyit merupakan salah satu obat herbal yang kaya khasiat, baik bagi kesehatan maupun kecantikan. Selain itu, kunyit juga digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Dalam farmakologi China dan pengobatan tradisional lain disebutkan bahwa tumbuhan ini memiliki sifat menghentikan perdarahan, anti inflamasi, dan menambah nafsu makan. Hasil penelitian menunjukkan, tanaman ini bersifat antineoplastic (merusak pembentukan ribosom pada sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker). Bagian yang digunakan untuk pengobatan ini adalah rimpang dan daun. Bahkan hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa kunyit juga ampuh untuk mengusir Virus Avian Influenca atau yang kita kenal dengan virus Flu Burung. Ada beragam cara penggunaan kunyit bagi kesehatan. Misalnya, untuk mengobati luka koreng, lebam atau gatal-gatal. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan kunyit yang ditumbuk dan dicampur dengan minyak, lalu dioleskan di area yang bermasalah.
Dalam artikel berjudul “Kunyit Antibakteri dan Obat Masa Depan” di Kompas Cyber Media, rubrik Ilmu Pengetahuan edisi Sabtu, 27 April 2002, telah dijelaskan beberapa komposisi utama penyusun kunyit yaitu minyak atsiri, furmerol, sineol, zingiberin, borneol, karvon, dan kurkumin. Ternyata seperti dugaan para ahli sebelumnya, kurkuminlah (senyawa fenolik alam), yang memiliki potensi dalam pengobatan kanker. Penelitiannya sendiri melibatkan proses pengujian atau dikenal sebagai ‘screening process terhadap kurang lebih 3000 jenis senyawa yang diperkirakan aktif menghambat pertumbuhan sel kanker dan akhirnya diperoleh fakta bahwa senyawa kurkumin memiliki aktivitas kemopreventif. Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman kunyit (Curcuma longa). Senyawa tersebut memiliki 2 gugus vinilguaiacol yang saling dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon.
Melihat hasil yang menggembirakan dari hasil penelitian di atas tentunya kita tidak boleh tinggal diam. Apalagi Indonesia memiliki variasi tumbuhan kunyit lebih banyak dan merupakan salah satu penghasil kunyit terbesar di dunia (produksi kurang lebih 12 ton/ha). Jika sekarang negara-negara penguasa iptek tengah gencar mempatenkan banyak plasma nutfah yang berasal dari negara-negara tropik semacam Indonesia, maka kini saatnya kita melakukan tindakan pencegahan. Tentunya dukungan dari pemerintah dan gairah penelitian khususnya tentang bahan alam sangat besar peranannya dalam hal ini.
Dari data yang diperoleh, rata-rata kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik/ jamu tradisional yang ada di Indonesia antara 1,5-6 ton/bulan. Tingkat kebutuhan pasar dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan persentase peningkatan 10-25% per tahunnya. Kebutuhan lebih tinggi pada saat menjelang hari-hari besar/hari raya. Permintaan kebutuhan industri di atas sebagian besar berasal dari pasokan para petani. Melihat dari kebutuhan ratarata industri jamu dan kosmetik yang ada di dalam negeri, suplai dan permintaan terhadap kunyit tidak seimbang, apalagi memenuhi permintaan pasar luar negeri. Sementara kebutuhan kunyit dunia hingga saat ini mencapai ratusan ribu ton/tahun. Sebagian kecil dari jumlah tersebut dipenuhi oleh negara India, Haiti, Srilanka, Cina, dan negara-negara lainnya. Indonesia kini sudah selayaknya membudidayakan tanaman ini, terutama dengan sistem monokultur/ tumpang sari sehingga produksi yang dicapai lebih cepat dan tinggi, agar kebutuhan minimal dalam negeri terpenuhi secara optimal. Walaupun di daerah Jawa Tengah kini sudah diupayakan system penanaman tersebut, juga diperhitungkan dari sudut produktivitas dan jalur tata niaganya, namun luas lahan tanam yang ada belum maksimal untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri yang mencapai ratusan ribu ton/ha nya.
Indonesia sebenarnya mulai mengekspor kunyit. Negara yang dituju antara lain Asia (Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang), Amerika, dan Eropa (Jerman Barat dan Belanda). Pada tahun 1987, nilai ekspor tanaman kunyit Indonesia menyumbangkan devisa yang besar bagi negara. Namun pada tahun berikutnya jumlah ekspor tersebut mulai mengalami penurunan dan sempat terhenti pada tahun 1989. Negara India, Cina, Haiti, Srilanka, dan Jamaika kini mulai membudidayakan tanaman kunyit secara besar-besaran dan mereka sudah dapat mengestimasikan produksinya hingga +20 ton/ha. Dari segi jalur tata niaga, kunyit tergolong efisien, karena dari petani langsung disalurkan ke pedagang pengumpul, lalu ke pabrik/pedagang besar. Maka harga yang diterima petani mencapai 70% dari harga tingkat pabrik, dimana 30% merupakan marjin tata niaga yang terdiri atas 12% marjin biaya dan 18% merupakan marjin keuntungan. Berdasarkan kondisi ini, tata niaga kunyit bisa ditingkatkan lagi, karena marjin terbesar berada pada keuntungan pedagang. Peluang agribisnis kunyit di Indonesia dapat dikembangkan. Kenyataan ini dilandaskan pada tingkat produktivitas, jalur tata niaga, dan kebutuhan kunyit dari berbagai industri yang membutuhkannya.
Pengolahan kunyit menjadi berbagai produk yang inovatif dapat menjadi salah satu alternatif atau cara untuk dapat meningkatkan harga jual kunyit di pasaran. Melalui pengolahan dengan menggunakan teknologi yang tepat dapat meningkatkan nilai ekonomis kunyit. Selain itu umur simpan kunyit juga lebih lama dan produk olahan kunyit tersebut menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat sebagai produk khas atau andalan. Salah satu jenis pengolahan kunyit yang dimaksud adalah manisan kering kunyit. Produk-produk olahan dari kunyit tersebut selain memiliki keunggulan kandungan gizi yang tinggi dari bahan baku juga mudah untuk dibuat oleh masyarakat. Manisan adalah salah satu bentuk manisan olahan yang memiliki rasa manis yang bercampur dengan rasa dan aroma bahan baku (buah atau sayuran). Manisan dapat dikelompokan menjadi manisan kering dan manisan basah. Manisan kering merupakan produk olahan yang berasal dari buah-buahan umumnya, dimana pemasakannya dengan menggunakan gula kemudian dikeringkan.
Setelah produk olahan kunyit telah seperti manisan kering kunyit berhasil diproduksi dan dikemas menarik maka diperlukan metode untuk memasarkannya agar diperoleh hasil yang memuaskan bagi masyarakat. Banyak sekali cara yang dapat ditempuh dalam rangka memasarkan produk diantaranya dengan mempromosikan produk melalui selebaran atau dengan menitipkan produk ditoko atau warung atau juga dapat membuka stan pada suatu even atau pameran tertentu dengan tujuan memperkenalkan produk cemilan ini, Cara baru yang sekarang sedang marak digunakan adalah memasarkan produk dengan media internet yaitu melalui website, media cetak dan elektronik.
Melihat ketersediaan bahan bakunya yang begitu banyak, dan adanya piranti-piranti pendukung antara lain alat-alat produksi maupun dari segi sumber daya manusianya. Selain itu, jenis produk olahan seperti manisan kering telah banyak dilakukan pada jenis bahan baku yang berbeda-beda sehingga bias dijadikan bahan rujukan untuk membuat produk manisan kering dengan bahan baku kunyit.